Kamis, 29 Agustus 2013

RENUNGAN !!

“JANGANLAH SUATU DOSA YANG TERLIHAT BEGITU BESAR BAGIMU, MERINTANGIMU DARI BERPRASANGKA BAIK KEPADA ALLAH. SESUNGGUHNYA SIAPA YANG MENGENAL TUHANNYA, AKAN MENGANGGAP DOSANYA TAK SEBERAPA DIBANDING KEMURAHAN-NYA”. Allah telah menciptakan kita dengan dibekali kemampuan melakukan perbuatan yang baik dan buruk. Dia juga memberi kita pengetahuan untuk membedakan dan memilih secara tepat. Semakin kita merenungkan cara-cara sempurna, rencana-rencana, rahmat dan kemurahan-Nya yang terus-menerus, maka semakin tinggi pula kesadaran kita, dan semakin kita merasakan kehadiran-Nya. Walhasil, kelalaian dan perbuatan buruk kita akan mengantarkan kepada terbukanya pengetahuan, kebijaksanaan, dan kepuasan abadi dalam anugerah, kekuasaan, dan pengampunan-Nya yang kekal.

Kenapa orang Non Muslim banyak yang kaya sedangkan orang muslim banyak yang miskin?

Kenapa orang Non Muslim banyak yang kaya sedangkan orang muslim banyak yang miskin? JAWAB Saya masuk menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan beliau sedang berbaring miring di atas tikar pandan kecil yang bersulam, dan di bawah kepalanya bantal dari kulit berisikan rumput kering. Lalu beberapa orang dari sahabatnya datang di antaranya adalah Umar bin Khaththab, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun bangkit menggeser tubuhnya yang sedang terbuka bajunya. Umar bin Khaththab tak sanggup menahan tangisnya ketika melihat bentuk sulaman tikar yang membekas di tubuh bagian samping Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bertanya, "Mengapa engkau menangis, wahai Umar?" Umar menjawab, "Demi Allah, saya tidak menangis kecuali tahu bahwa engkau lebih Allah muliakan daripada Kisra dan Qaishr. Mereka hidup dalam kesenangan, sementara engkau, Rasulullah, di tempat yang saya lihat?" Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Apakah engkau tidak rela dunia menjadi milik mereka dan akhirat untuk kita?" Umar menjawab, "Ya, aku rela." Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Begitulah yang benar" Subhanallah.. Tolong Bagikan Status ini ke sahabat Yang lainnya ya.. Insya Allah dapat Pahala.. Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda : “Barang siapa Menunjukkan kepada Kebaikan. Maka ia memperoleh Pahala yang sama seperti yang melakukan atau mengamalkan Kebaikan itu.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Rosulullah SAW Bersabda tentang 4 HAL !!

Nabi Muhammad SAW bersabda : 1. Empat hal yg membuat Badan Sakit : - kebanyakan Bicara - kebanyakan Tidur - kebanyakan Makan - kebanyakan Bertemu Orang 2. Empat hal yg merusak Tubuh : - Khawatir/Cemas - Kesedihan - Kelaparan - Tidur Larut Malam 3. Empat hal yg membuat Murung dan Kesedihan : - Bohong - Kurang Ajar atau tidak hormat - Berdebat tanpa Pengetahuan atau Informasi yg memadai - Amoral atau melakukan sesuatu tanpa rasa Takut 4. Empat hal yg meningkatkan Wajah Berseri dan Kebahagiaan : - Kesalehan - Loyalitas - Kedermawaan - Menolong sesama dg Ikhlas tanpa diminta hny harap Ridho ilahi 5. Empat hal yg Memberhentikan Rezeki : - Tidur dipagi hari dari Sholat Subuh hingga Matahari Bersinar - Tidak melakukan Sholat/Berdoa secara teratur - Malas - Penghianatan atau Ketidakjujuran 6. Empat hal yg membawa Rezeki : - Berdoa dimalam hari - Tobat - Beramal - Berdzikir Nabi Muhammad SAW jg bersabda : "Hiasi Jiwamu dg Shalat, Zikir and Al-Quran krn Satu ayat Al-Quran pd Hari Akhir kan memberi Safaat. Jika kmu Susah, janganlah merasa Pilu, karena Ada Allah tempat Mengadu. Jika kmu Gagal, janganlah berputus Asa. karena Ada Allah tempat Meminta. dan Jika kmu Bahagia, Janganlah kmu menjadi Lupa, Karena hanya Allah lah tempat kta memuja dan mengucapkan syukur .. sungguh allah mengetahui apa yang ada didalam hatimu Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Subhanallah

Rabu, 28 Agustus 2013

Rezaki

Rezeki bukan hanya makanan dan uang. Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda , “dua nikmat (rezeki) yang sering dilupakan kebanyakan orang adalah "kesehatan" dan "kesempatan” (HR Bukhari). Dalam hidup ini, ada dua jenis rezeki yang diberikan Allah subhana wa Ta'ala kepada manusia: 1. Rizqi kasbi (bersifat usaha) Rizqi kasbi diperoleh lewat jalur usaha dan kerja. Terutama jika menyangkut kekayaan dunia, rezeki jenis ini tidak mensyaratkan kualitas keimanan penerimanya. Tidak jarang kita jumpai orang yang ingkar kepada Allah tetapi hidupnya sukses. Selain sebagai hasil kerja, karena rizqi kasbi memang berasal dari sifat rahman atau pemberian Allah. Rumusnya, siapa mau berusaha, dia akan dapat. Karena itu, rezeki berupa kekayaan dunia tidak selalu mencerminkan cinta Allah kepada pemiliknya. Juga karena kekayaan harta memang tidak bernilai di hadapan Allah. “Sekiranya bobot kenikmatan dunia di sisi Allah seberat sayap nyamuk, maka Dia tidak akan memberi minum kepada orang kafir meski hanya seteguk air” (HR Tirmidzi). 2. Rizqi wahbi (hadiah). Lain dari itu adalah rizqi wahbi. Rezeki ini datangnya di luar prediksi pikiran manusia. Kadang malah tidak memerlukan jerih payah. Pegawai rendahan bisa saja memiliki harta melimpah. Kiai desa yang miskin papa mendadak mendapatkan biaya haji dari pemerintah. Itulah rizqi wahbi. Perolehannya lebih karena sifat rahim atau kasih sayang Allah. Itulah kenapa yang paling berpeluang mendapatkan rizqi wahbi adalah hamba yang bertakwa. Kesuksesan orang bertakwa itu lebih ditentukan oleh kualitas keimanannya daripada profesinya. “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan memberinya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya” (QS At-Thalaq: 2-3). Rasulullah shalallahu alaihi wassallam menyatakan, istighfar secara rutin dapat mengundang rezeki dari arah yang tidak kita duga. “Barangsiapa melanggengkan istighfar, Allah akan melapangkan kegalauannya, memberikan solusi atas kerumitannya, dan memberikan rezeki dari arah yang tidak dia sangka sebelumnya” (HR Ibnu Majah). Rezeki bukan melulu harta. Hidup dijauhkan dari kemaksiatan adalah rezeki ... Juga gairah untuk beribadah. Kemudahan menyerap ilmu jelas rezeki... Kesempatan beraktualisasi diri juga rezeki ... Dan termasuk rezeki adalah ketika kita dihidupkan dalam lingkungan yang baik apalagi memiliki keluarga yang sakinah serta putra putri yang soleh bermanfaat ... Banyak orang stress akibat ditimpa problem keluarga. Seperti diingatkan Allah, “Wahai orang-orang beriman, sungguh di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah terhadap mereka” (QS At-Taghabun: 14). Ayat di atas jelas menegaskan bahwa istri dan anak potensial membuat hidup manusia merana. Harta yang melimpah tidak mampu menghapus duka ketika badai rumah tangga melanda. Begitu juga ketika penyakit mendera. Hidup kehilangan gairah. Berpenampilan serba mewah tetapi hati selalu berselimut duka. Marilah perbanyak syukur atas segala nikmat yang telah Allah karuniakan kepada kita , terlebih nikmat iman, nikmat sehat dan nikmat kesempatan beramal soleh. Atas buah kecintaan kita kepada Allah, niscaya Allah anugerahkan ketenteraman hati , rezeki (secara luas) yang berkah serta cinta kepada sesama. Semoga bermanfaat, dan rahmat Allah senantiasa menyertai kita. Aamiin ya Robbal alamin.

Selasa, 27 Agustus 2013

Mari Sampaikan Islam Dengan Cinta

Mari Sampaikan Islam Dengan Cinta Oleh : Ustadz Yusuf Mansyur ◦ Bila Anda ingin menikah hanya karena ada yang bisa mijitin, lebih baik menikahlah dengan tukang pijit. ◦ Bila Anda ingin menikah hanya karena ada yang bisa nyuciin baju, lebih baik menikahlah dengan tukang cuci. ◦ Bila Anda ingin menikah hanya karena ada yang bisa masakin, lebih baik menikahlah dengan tukang masak. ◦ Bila Anda ingin menikah hanya karena ada yang bisa mengatur keuangan, lebih baik menikahlah dengan tukang kredit. ◦ Bila Anda ingin menikah hanya karena ada yang bisa merawat dan membersihkan rumah, lebih baik menikahlah dengan tukang sapu.Namun... ◦ Bila Anda ingin menikah hanya karena ingin mencari keridhoan-Nya, menjaga kehormatan dan membangun peradaban maka menikahlah dengan wanita sholihah. ‘‘...Dan sebaik² perhiasan dunia, dialah wanita sholihah...’’ ◦ Dia adalah seorang wanita yang menarik jika suami menatapnya, patuh saat suami menyuruhnya dan tidak menyalahi suami dalam hal yang tidak dia sukai dari dirinya dan dalam urusan hartanya. Semoga Allah melancarkan dan meridhai serta membukakan pintu jodoh bagi siapa saja yang belum punya jodoh. Berdoalah kepada Allah, hanya Allah-lah yang dapat memberikan semua hajat apa yang kita inginkan, termasuk dalam urusan jodoh. Dan memantapkan hati untuk menikah hanya untuk mencari keridhoan Allah. Dan juga yang belum punya anak keturunan segera mendapatkan anak keturunan. Serta yang lagi pengen usahanya meningkat, tanpa hutang yang menumpuk, dipermudahkan, dan diperlancarkan oleh Allah. Semoga Allah mengabulkan doa kita semua. Aamiin...

Jangan jadikan biarkan kebencian menguasai kita

كَرَاهِيةُ الآخَرِيْن تُشَبِّهُ إِشْعَالَ النَّار فيِ المَنْزِل لِلتخَلُّصِ مِنَ الفَأْرِ Kebencian kepada orang lain itu seperti membakar rumah, padahal hanya untuk menyingkirkan tikus. الكَرَاهِيةُ كَالحَمْض تُدْمِرُ الإِنَاء الَّذِي يَحْتَوِيهَا Kebencian itu seperti garam yg lama kelamaan akan menghancurkan kapal yang membawanya. فَاغْفِرْ لأَِيِّ شَخْصٍ أَخْطَأَ بِـحَقِّكَ، وَوَاصِلْ حَيَاتَكَ Maka maafkan siapa pun yang berbuat salah kepada anda, kemudian move on!

Jumat, 23 Agustus 2013

KISAH NABI MUSA DAN WANITA PENZINAH

Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahawa dia berada dalam keadaan yang berdukacita. Tudungnya hampir menutup seluruh wajahnya. Tanpa hias muka atau perhiasan menghiasi tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan rauk wajahnya yang ayu, tidak dapat menghapuskan kesan kepedihan yang dialaminya. Dia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s. Diketuknya pintu perlahan-lahan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam “Silakan masuk”. Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus tunduk. Air matanya berderai ketika mula berkata, “Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya. Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya.” “Apakah dosamu wahai wanita?” tanya Nabi Musa a.s. terkejut. “Saya takut mengatakannya.” jawab wanita cantik itu. “Katakanlah jangan ragu-ragu!” desak Nabi Musa. Maka perempuan itupun berkata, “Saya… telah berzina." Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak. Perempuan itu meneruskan, “Dari perzinaan itu saya telah hamil. Setelah anak itu lahir, terus saya cekik lehernya sampai mati,” ucap wanita itu lalu menangis teresak-esak. Nabi Musa berapi-api matanya. Dengan muka berang ia mengherdik, “Perempuan celaka, pergi kamu dari sini! Agar bala dari Allah tidak jatuh ke dalam rumahku kerana perbuatanmu. Pergi!” teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata kerana jijik. Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah keluar. Ratap tangisnya amat memilukan. Dia tidak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Dia tidak tahu mahu dibawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Dia tidak tahu bahawa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Jibril lalu bertanya, “Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertaubat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?” Nabi Musa terperanjat. “Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?” Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril. “Betulkah ada dosa yang lebih besar daripada perempuan yang nista itu?” “Ada!” jawab Jibril dengan tegas. “Dosa apakah itu?” tanya Musa a.s. “Orang yang meninggalkan solat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina.” Mendengar penjelasan itu, Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk berjumpanya kembali. Nabi Musa memohonkan ampun kepada Allah untuk perempuan tersebut. Nabi Musa menyedari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa menyesal adalah sama seperti mengakui bahawa sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah menganggap Tuhan tidak mempunyai hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedangkan orang yang bertaubat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh memberikan maksud yang dia masih mempunyai iman di dadanya dan yakin bahawa Allah itu berhak keatas dirinya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mahu menerima kedatangannya. Malah dalam satu hadis Nabi s.a.w. berkata “sesiapa yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja, maka ia kafir terang-terangan” (H.R. Atthabarani) Dalam hadis Nabi s.a.w. disebutkan: “Orang yang meninggalkan solat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Quran, membunuh 70 nabi dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka’bah. Dalam hadis yang lain disebutkan bahawa orang yang meninggalkan solat sehingga terlewat waktu, kemudian ia mengqadanya, maka ia akan diseksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah lapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 hari, sedangkan satu hari di akhirat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia.” Sujudlah kepadaNya tanpa alasan Al-Ghazzali berkata: “Jika ada orang berkata, bahawa ia telah mencapai satu tingkat disisi Allah s.w.t. hingga ia tidak wajib sembahyang, maka tidak ragu dibunuh orang itu, dan membunuh orang yang seperti itu lebih afdal dari pada membunuh 100 orang kafir.” Ahmad bin Hanbal berkata: “Tidak sah berkahwin dengan wanita yang meniggalkan sembahyang, tetapi dalam mazhab kami, berkahwin dengan wanita kitabiyah dzimmiyah lebih baik daripada berkahwin dengan wanita yang meniggalkan sembahyang.” Demikianlah kisah Nabi Musa dan wanita penzina, mudah-mudahan menjadi pengajaran kepada kita dan timbul niat untuk melaksanakan kewajiban solat dengan istiqomah.

HUKUMAN PELAKU ZINA

بَابُ حَدِّ اَلزَّانِيِ Hadits No. 1233 Dari Abu Hurairah dan Zaid Ibnu Kholid al-Juhany bahwa ada seorang Arab Badui menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, dengan nama Allah aku hanya ingin baginda memberi keputusan kepadaku dengan Kitabullah. Temannya berkata -dan ia lebih pandai daripada orang Badui itu-: Benar, berilah keputusan di antara kami dengan Kitabullah dan izinkanlah aku (untuk menceritakan masalah kami). Beliau bersabda: "Katakanlah." Ia berkata: Anakku menjadi buruh orang ini, lalu ia berzina dengan istrinya. Ada orang yang memberitahukan kepadaku bahwa ia harus dirajam, namun aku menebusnya dengan seratus ekor domba dan seorang budak wanita. Lalu aku bertanya kepada orang-orang alim dan mereka memberitahukan kepadaku bahwa puteraku harus dicambuk seratus kali dan diasingkan setahun, sedang istri orang ini harus dirajam. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, aku benar-benar akan memutuskan antara engkau berdua dengan Kitabullah. Budak wanita dan domba kembali kepadamu dan anakmu dihukum cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Berangkatlah, wahai Anas, menemui istri orang ini. Bila ia mengaku, rajamlah ia." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه وَزَيْدِ بْنِ خَالِدٍ اَلْجُهَنِيِّ رَضِيَ اَللَّهُ عنهما ( أَنَّ رَجُلًا مِنَ اَلْأَعْرَابِ أَتَى رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَنْشُدُكَ بِاَللَّهِ إِلَّا قَضَيْتَ لِي بِكِتَابِ اَللَّهِ, فَقَالَ اَلْآخَرُ - وَهُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ - نَعَمْ فَاقَضِ بَيْنَنَا بِكِتَابِ اَللَّهِ, وَأْذَنْ لِي, فَقَالَ: قُلْ قَالَ: إنَّ اِبْنِي كَانَ عَسِيفًا عَلَى هَذَا فَزَنَى بِاِمْرَأَتِهِ, وَإِنِّي أُخْبِرْتُ أَنْ عَلَى اِبْنِي اَلرَّجْمَ, فَافْتَدَيْتُ مِنْهُ بِمَائَةِ شَاةٍ وَوَلِيدَةٍ, فَسَأَلَتُ أَهْلَ اَلْعِلْمِ, فَأَخْبَرُونِي: أَنَّمَا عَلَى اِبْنِيْ جَلْدُ مَائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ, وَأَنَّ عَلَى اِمْرَأَةِ هَذَا اَلرَّجْمَ, فَقَالَ رَسُولُ ا للَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ, لَأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اَللَّهِ, اَلْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ رَدٌّ عَلَيْكَ, وَعَلَى اِبْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ, وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى اِمْرَأَةِ هَذَا, فَإِنْ اِعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, هَذَا وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم Hadits No. 1234 Dari Ubadah Ibnu al-Shomit bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ambillah (hukum) dariku. Ambillah (hukum) dariku. Allah telah membuat jalan untuk mereka (para pezina). Jejaka berzina dengan gadis hukumannya seratus cambukan dan diasingkan setahun. Duda berzina dengan janda hukumannya seratus cambukan dan dirajam." Riwayat Muslim. َوَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ اَلصَّامِتِ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( خُذُوا عَنِّي, خُذُوا عَنِّي, فَقَدْ جَعَلَ اَللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً, اَلْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ, وَنَفْيُ سَنَةٍ, وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ, وَالرَّجْمُ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ Hadits No. 1235 Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang dari kaum muslimin menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berada di masjid. Ia menyeru beliau dan berkata: wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina. Beliau berpaling darinya dan orang itu berputar menghadap wajah beliau, lalu berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina. Beliau memalingkan muka lagi, hingga orang itu mengulangi ucapannya empat kali. Setelah ia bersaksi dengan kesalahannya sendiri empat kali, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memanggilnya dan bersabda: "Apakah engkau gila?". Ia menjawab: Tidak. Beliau bertanya: "Apakah engkau sudah kawin?". Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "bawalah dia dan rajamlah." Muttafaq Alaihi. َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( أَتَى رَجُلٌ مِنْ اَلْمُسْلِمِينَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم -وَهُوَ فِي اَلْمَسْجِدِ- فَنَادَاهُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي زَنَيْتُ, فَأَعْرَضَ عَنْهُ, فَتَنَحَّى تِلْقَاءَ وَجْهِهِ, فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي زَنَيْتُ, فَأَعْرَضَ عَنْهُ, حَتَّى ثَنَّى ذَلِكَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ, فَلَمَّا شَهِدَ عَلَى. نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ. دَعَاهُ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ أَبِكَ جُنُونٌ? قَالَ لَا قَالَ: فَهَلْ أَحْصَنْتَ? قَالَ: نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اِذْهَبُوا بِهِ فَارْجُمُوهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه Hadits No. 1236 Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Ketika Ma'iz Ibnu Malik menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau bertanya kepadanya: "Barangkali engkau cium, atau engkau raba, atau engkau pandang?". Ia berkata: Tidak, wahai Rasulullah. Riwayat Bukhari. Kelanjutannya adalah: "Apakah engkau menyetubuhinya?" Kali ini Rasulullah tidak menggunakan kata majas. Ma'iz menjawab: Ya. Setelah itu maka Rasulullah memerintahkan agar ia dirajam. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ahmad dan Abu Dawud. َوَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( لَمَّا أَتَى مَاعِزُ بْنُ مَالِكٍ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَهُ: لَعَلَّكَ قَبَّلْتَ, أَوْ غَمَزْتَ, أَوْ نَظَرْتَ? قَالَ: لَا يَا رَسُولَ اَللَّهِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ Hadits No. 1237 Dari Umar Ibnu al-Khaththab Radliyallaahu 'anhu bahwa ia berkhutbah sembari berkata: Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad dengan (membawa) kebenaran dan menurunkan Kitab kepadanya. Di antara yang Allah turunkan kepadanya adalah ayat tentang rajam. Kita membacanya, menyadarinya, dan memahaminya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melakukan rajam dan kita pun setelah itu melakukannya. Aku khawatir jika masa yang panjang telah terlewati manusia ada orang yang akan berkata: Kami tidak menemukan hukum rajam dalam Kitab Allah. Lalu mereka sesat dengan meninggalkan suatu kewajiban yang diturunkan Allah. Dan sesungguhnya tajam itu benar-benar ada dalam Kitab Allah, yang ditimpakan pada orang yang berzina jika ia telah kawin, baik laki-laki maupun perempuan, terdapat bukti, atau hamil, atau dengan pengakuan. Muttafaq Alaihi. َوَعَنْ عُمَرَ بْنِ اَلْخَطَّابِ رضي الله عنه ( أَنَّهُ خَطَبَ فَقَالَ: إِنَّ اَللَّهَ بَعَثَ مُحَمَّدًا بِالْحَقِّ, وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ اَلْكِتَابَ, فَكَانَ فِيمَا أَنْزَلَ اَللَّهُ عَلَيْهِ آيَةُ اَلرَّجْمِ. قَرَأْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا وَعَقَلْنَاهَا, فَرَجَمَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ, فَأَخْشَى إِنْ طَالَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أَنْ يَقُولَ قَائِلٌ: مَا نَجِدُ اَلرَّجْمَ فِي كِتَابِ اَللَّهِ, فَيَضِلُّوا بِتَرْكِ فَرِيضَةٍ أَنْزَلَهَا اَللَّهُ, وَإِنَّ اَلرَّجْمَ حَقٌّ فِي كِتَابِ اَللَّهِ عَلَى مَنْ زَنَى, إِذَا أُحْصِنَ مِنْ اَلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ, إِذَا قَامَتْ اَلْبَيِّنَةُ, أَوْ كَانَ اَلْحَبَلُ, أَوْ اَلِاعْتِرَافُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ Hadits No. 1238 Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila budak wanita seorang di antara kamu jelas-jelas berzina, hendaknya ia memukulnya dengan cambuk dengan hitungan tertentu dan tidak mencaci maki kepadanya. Lalu jika ia berzina lagi, hendaknya ia memukulnya dengan cambuk dengan hitungan tertentu dan tidak mencercanya. Kemudian jika ia berzina untuk yang ketiga dan sudah jelas buktinya, hendaknya ia menjualnya walaupun dengan harga selembar rambut." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( "إِذَا زَنَتْ أَمَةُ أَحَدِكُمْ, فَتَبَيَّنَ زِنَاهَا, فَلْيَجْلِدْهَا اَلْحَدَّ, وَلَا يُثَرِّبْ عَلَيْهَا, ثُمَّ إِنْ زَنَتْ فَلْيَجْلِدْهَا اَلْحَدَّ, وَلَا يُثَرِّبْ عَلَيْهَا, ثُمَّ إِنْ زَنَتِ اَلثَّالِثَةَ, فَتَبَيَّنَ زِنَاهَا, فَلْيَبِعْهَا وَلَوْ بِحَبْلٍ مِنْ شَعَرٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ Hadits No. 1239 Dari Ali bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Laksanakan hukuman atas hamba-hamba yang engkau miliki." Riwayat Abu Dawud. Menurut Muslim hadits tersebut mauquf. َوَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَقِيمُوا اَلْحُدُودَ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ. وَهُوَ فِي مُسْلِمٍ مَوْقُوفٌ Hadits No. 1240 Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam -dia sedang hamil karena zina- dan berkata: Wahai Nabi Allah, aku harus dihukum, lakukanlah hukuman itu padaku. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memanggil walinya dan bersabda: "Berbuat baiklah padanya, apabila ia melahirkan, bawalah bayi itu kepadaku." Kemudian beliau menyolatkannya. Berkatalah Umar: Apakah baginda menyolatkannya wahai Nabi Allah, padahal ia telah berzina? Beliau menjawab: "Ia benar-benar telah bertaubat yang sekiranya taubatnya dibagi antara tujuh puluh penduduk Madinah, niscaya cukup buat mereka. Apakah engkau mendapatkan seseorang yang lebih utama daripada ia menyerahkan dirinya karena Allah?". Riwayat Muslim. َوَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حَصِينٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اِمْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتْ نَبِيَّ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم -وَهِيَ حُبْلَى مِنْ اَلزِّنَا-فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اَللَّهِ! أَصَبْتُ حَدًّا, فَأَقِمْهُ عَلَيَّ, فَدَعَا نَبِيُّ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَلِيَّهَا. فَقَالَ: أَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ فَائْتِنِي بِهَا فَفَعَلَ فَأَمَرَ بِهَا فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا, ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ, ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا, فَقَالَ عُمَرُ: أَتُصَلِّي عَلَيْهَا يَا نَبِيَّ اَللَّهِ وَقَدْ زَنَتْ? فَقَالَ: لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِّمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ اَلْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ, وَهَلْ وَجَدَتْ أَفَضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ? ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ Hadits No. 1241 Jabir Ibnu Abdullah berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah merajam seorang laki-laki dari Aslam, seorang laki-laki dari kaum Yahudi, dan seorang perempuan. Riwayat Muslim. َوَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( رَجَمَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَجُلًا مَنْ أَسْلَمَ, وَرَجُلًا مِنْ اَلْيَهُودِ, وَاِمْرَأَةً ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ Hadits No. 1242 Kisah dua orang Yahudi itu terdapat dalam shahih Bukhari Muslim dari Ibnu Umar. َوَقِصَّةُ رَجْمِ اَلْيَهُودِيَّيْنِ فِي اَلصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ Hadits No. 1243 Said Ibnu Sa'ad Ibnu Ubadah Radliyallaahu 'anhu berkata: Di kampung kami ada seorang laki-laki kecil yang lemah telah berzina dengan salah seorang budak perempuan mereka. Lalu Sa'ad menuturkan hal itu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Pukullah ia sebagai hukumannya." Mereka berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia tidak tahan dengan pukulan semacam itu. Beliau bersabda: "Ambillah pelepah kurma yang memiliki seratus ranting dan pukullah dengan itu sekali." Kemudian mereka melakukannya. Riwayat Ahmad, NAsa'i dan Ibnu Majah. Sanadnya hasan namun maushul dan mursalnya dipertentangkan. َوَعَنْ سَعِيدِ بْنِ سَعْدِ بْنِ عِبَادَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( كَانَ بَيْنَ أَبْيَاتِنَا رُوَيْجِلٌ ضَعِيفٌ, فَخَبَثَ بِأَمَةٍ مِنْ إِمَائِهِمْ, فَذَكَرَ ذَلِكَ سَعْدٌ لِرَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: اِضْرِبُوهُ حَدَّهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنَّهُ أَضْعَفُ مِنْ ذَلِكَ, فَقَالَ: "خُذُوا عِثْكَالًا فِيهِ مِائَةُ شِمْرَاخٍ, ثُمَّ اِضْرِبُوهُ بِهِ ضَرْبَةً وَاحِدَةً فَفَعَلُوا ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ لَكِنْ اخْتُلِفَ فِي وَصْلِهِ وَإِرْسَالِهِ Hadits No. 1244 Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mendapatkan seseorang melakukan seperti yang dilakukan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang berbuat dan diperbuat; dan barangsiapa mendapatkan seseorang bersenggama dengan binatang maka bunuhlah orang itu dan binatang tersebut. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Para perawinya dapat dipercaya, namun masih ada perselisihan pendapat didalamnya. َوَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ, فَاقْتُلُوا اَلْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ, وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ, فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا اَلْبَهِيمَةَ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ, وَرِجَالُهُ مُوَثَّقُونَ, إِلَّا أَنَّ فِيهِ اِخْتِلَافًا Hadits No. 1245 Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memukul dan mengasingkan (orang yang berbuat zina), Abu Bakar juga pernah memukul dan mengasingkan, serta Umar juga pernah memukul dan mengasingkan. Riwayat Tirmidzi. Para perawinya dapat dipercaya, namun mauquf dan marfu'nya masih dipertentangkan. َوَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ضَرَبَ وَغَرَّبَ وَأَنَّ أَبَا بَكْرٍ ضَرَبَ وَغَرَّبَ ) رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, إِلَّا أَنَّهُ اخْتُلِفَ فِي رَفْعِهِ, وَوَقْفِهِ Hadits No. 1246 Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat laki-laki yang bertingkah laku wanita dan wanita yang bertingkah laku laki-laki. Beliau bersabda: "Usirlah mereka dari rumahmu." Riwayat Bukhari. َوَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْمُخَنَّثِينَ مِنْ اَلرِّجَالِ, وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ اَلنِّسَاءِ, وَقَالَ: ( أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ Hadits No. 1247 Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tolaklah hukuman-hukuman selama engkau mendapatkan jalan menolaknya." Riwayat Ibnu Majah dengan sanad lemah. َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِدْفَعُوا اَلْحُدُودَ, مَا وَجَدْتُمْ لَهَا مَدْفَعًا ) أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَهْ, وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ Hadits No. 1248 Tirmidzi dan Hakim juga meriwayatkan hadits serupa dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu dengan lafadz: "Hindarilah hukuman dari kaum muslimin sebisamu." Hadits ini lemah juga. َوَأَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَالْحَاكِمُ: مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا بِلَفْظِ ( ادْرَأُوا اَلْحُدُودَ عَنْ اَلْمُسْلِمِينَ مَا اِسْتَطَعْتُمْ ) وَهُوَ ضَعِيفٌ أَيْضًا Hadits No. 1249 Sedang Baihaqi meriwayatkan dari Ali Radliyallaahu 'anhu dengan ucapannya sendiri: Hindarilah hukuman-hukuman itu dengan data-data yang samar. َوَرَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ: عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه (مِنْ) قَوْلِهِ بِلَفْظِ: ( ادْرَأُوا اَلْحُدُودَ بِالشُّبُهَاتِ ) Hadits No. 1250 Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jauhilah kotoran-kotoran yang dilarang Allah. Barangsiapa melakukannya hendaknya ia berlindung dengan lindungan Allah dan bertaubat kepada-Nya. Barangsiapa menampakkan kepada kita lembaran (kesalahannya), kita tegakkan hukum Kitab Allah kepadanya." Riwayat Hakim. Hadits itu dalam kitab al-Muwaththo' hadits-hadits mursal Zaid Ibnu Aslam. َوَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِجْتَنِبُوا هَذِهِ اَلْقَاذُورَاتِ اَلَّتِي نَهَى اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا, فَمَنْ أَلَمَّ بِهَا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اَللَّهِ تَعَالَى, وَلِيَتُبْ إِلَى اَللَّهِ تَعَالَى, فَإِنَّهُ مَنْ يَبْدِ لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اَللَّهِ تَعَالَى ) رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ, وَهُوَ فِي اَلْمُوْطَّإِ مِنْ مَرَاسِيلِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ

ABRAHAH: RAJA YAMAN YANG INGIN MENGHANCURKAN KA’BAH

Pernahkah membaca surat Al-Fiil? Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Al-Kaafirun. Nama Al-Fiil diambil dari kata Al-Fiil yang terdapat pada ayat pertama surat ini, artinya gajah. Mari kita simak bacaan surat tersebut disertai dengan artinya: أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5) 1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? 2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? 3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, 4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, 5. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Surat Al-Fiil mengemukakan cerita pasukan bergajah dari Yaman yang dipimpin oleh Abrahah yang ingin meruntuhkan Ka’bah di Mekkah. Peristiwa ini terjadi pada tahun Nabi Muhammad SAW dilahirkan. ABRAHAH Abrahah Al-’Asyram (Arab أبرهة الأشرم, Abrahah Al-Habsyi) adalah seorang gubernur dari Abyssinia (Kekaisaran Ethiopia) yang telah berhasil menaklukkan dan menjadi Raja Saba (Yaman). Penduduk Negeri itu menganut agama Nashrani. GINEALOGI Procopius mencatat bahwa Abrahah dulu pernah menjadi seorang budak belian dari Kerajaan Byzantium di Adulis, sementara At-Tabari mengatakan bahwa ia masih memiliki hubungan dekat dengan keluarga Kerajaan Aksum. Abrahah berkeinginan agar bangsa Arab pada saat itu untuk berhaji ke San’a, ibu kota Yaman, tidak ke kota Mekkah tempat Ka’bah berada. Untuk itu, dia membuat sebuah gereja/katedral yang bernama Al-Qullais. Tempat ibadah ini tiada bandingannya. Suatu saat, salah seorang dari suku Quraisy dari Mekkah ingin merendahkan kedudukan gereja ini dengan cara membuang hajatnya di gereja. Dia telah mengotori dinding gereja tersebut, kemudian melarikan diri. Mengetahui hal ini, Raja Abrahah sangat murka. Dia langsung memerintahkan pasukannya untuk menyerang kota Mekkah dan menghancurkan Ka’bah. Di antara pasukan tersebut terdapat tiga belas ekor gajah. Gajah terbesar bernama Mahmud. Selama perjalanan mereka menuju Mekkah, banyak suku dari Bangsa Arab berusaha menghadang Abrahah dan pasukannya, tetapi tidak ada satu pun yang berhasil mengalahkan mereka. Akhirnya, Abrahah pun mulai mendekat ke kota Mekkah. Pasukannya beristirahat di suatu tempat bernama Mughammis yang jauhnya beberapa mil dari Mekkah. Mereka merampas apa saja yang mereka temukan di perjalanan, termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muthalib, si penjaga Ka’bah. Abrahah lalu mengirim utusan yang bernama Hunata, untuk menemui pemimpin penduduk di sana. Ia berpesan bahwa mereka datang bukan untuk berperang, melainkan hanya ingin untuk menghancurkan Ka’bah. Dan jika ingin menghindari pertumpahan darah, maka pemimpin Mekkah harus menemuinya di kemahnya. Pemuka kota yang mewakili penduduk Mekkah itu adalah Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW. Ketika Abrahah melihat kedatangan Abdul Muthalib ke kemahnya, dia sangat terkesan, sampai turun dari singgasananya dan menyambutnya dan duduk bersama dia di atas karpet. Ia menyuruh juru bicaranya menanyakan kepada Abdul Muthalib permintaan apa yang hendak diajukan. Abdul Muthalib meminta agar 200 ekor untanya yang telah dirampas oleh pasukan Abrahah agar dikembalikan. Abrahah sangat kecewa mendengarkan permintaan tersebut karena menganggap Abdul Muthalib lebih mementingkan unta-untanya ketimbang Ka’bah yang sedang terancam untuk dihancurkan. Abdul Muthalib menjawab: ”Aku adalah pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan melindunginya”. “Tapi sekarang ini Dia tak akan mampu melawanku”, Kata Abrahah. “Kita lihat saja nanti,” Jawab Abdul Muthalib, “Tapi kembalikan unta-unta itu sekarang”. Dan Abrahah memerintahkan agar unta-unta tersebut dikembalikan. Hasil perundingan itu adalah Abrahah akan mengembalikan unta-unta Abdul Muthalib yang telah diambil oleh pasukannya. Adapun urusan penyerangan Kota Mekkah, maka ini tergantung keputusan yang akan diambil oleh Abrahah sendiri. Abdul Muthalib pun kemudian memerintahkan penduduk Mekkah untuk mengungsi dari kota tersebut, sementara Abrahah memutuskan untuk melanjutkan niatnya. Pasukannya bergerak terus menuju kota Mekkah sampai ke Lembah Muhassir. Dalam ekspedisinya, Abrahah mempunyai seorang penunjuk jalan dari suku arab, bernama Nufail dari suku Khats’am. Belum sampai ke Ka’bah, pasukan tersebut dimusnahkan Allah. Allah SWT menampakkan kekuasaan-Nya, dengan mengutus burung-burung Ababil yang membawa batu yang bernama Sijjiil. Mereka telah terlambat, langit di ufuk barat menghitam pekat, dan suara-suara gemuruh terdengar dengan suara yang makin menggelegar, muncul gelombang kegelapan yang menyapu dari arah laut dan menutupi langit di atas mereka. Ketika pasukan itu sedang berada di tengah lembah, tiba-tiba muncul sekumpulan burung. Sejauh jangkauan pandangan mereka, langit dipenuhi beribu-ribu burung – tak terhingga jumlahnya. Orang-orang yang berhasil selamat menceritakan bahwa burung-burung tersebut secepat burung layang-layang dan masing-masing membawa tiga batu kecil yang membara, satu diparuhnya dan yang lain dijepit dengan cakar di kedua belah kakinya. Burung-burung tersebut menukik ke arah pasukan dan menjatuhkan batu-batu itu, yang kemudian meluncur keras dan cepat menembus setiap baju. Setiap batu yang mengenai pasukan langsung mematikan. Mereka langsung jatuh terkapar dan tubuhnya langsung membusuk. Ada yang membusuk dengan cepat ada juga yang perlahan-lahan. Burung-burung tersebut menghujani pasukan Abrahah dengan batu-batu kecil. Tidaklah batu itu menimpa tubuh pasukan Abrahah, kecuali tubuhnya akan hancur tercerai-berai. Mereka binasa dengan keadaan yang mengenaskan. Abrahah Al-Ashram pun melarikan diri dalam keadaan tubuhnya hancur sepotong demi sepotong sampai dia meninggal di Yaman. Ini merupakan kemenangan yang Allah ‘Azza wa Jalla anugerahkan kepada penduduk Mekkah dan juga bentuk perlindungan Allah kepada rumah-Nya, yaitu Ka’bah di Mekkah. mengapa abrahah ingin menghancurkan ka’bah? Raja yang menyerang Ka’bah Tahun 570 M, abrahah al-Asyram, seorang raja dari Yaman berusaha menghancurkan Ka’bah. Awalnya Abrahah membangun gereja yang sangat besar di Shan’a, Yaman. Gereja itu memiliki sebuah bangunan dan pelataran yang sangat tinggi. Saking tingginya bangunan itu, setiap orang yang melihatnya harus mendongakkan kepala sedemikian rupa sehingga peci yang dikenakannya terancam lepas dari kepala. Semua sisi bangunan itu pun dihias. Abrahah bertekad untuk memindahkan haji bangsa Arab ke gereja tersebut sebagaimana mereka selama ini berhaji ke Ka’bah di makkah. Kaum Quraisy benar-benar murka karenanya, sehingga sebagian dari mereka ada yang mendatangi gereja itu dan memasukinya pada malam hari kemudian menghancurkan isi di dalamnya. Tentu saja ini membuat Abrahah berang. Abrahah pun bersumpah akan pergi ke baitullah di Makkah dan menghancurkannya berkeping-keping. Abrahah pun menyiapkan diri dan pergi dengan membawa pasukan yang cukup banyak dan disertai oleh seekor gajah yang sangat besar, belum ada seekor gajah pun sebelumnya yang terlihat seperti itu. Nama gajah itu adalah Mahmud. Ada juga pendapat yang menyebutkan, bersama Abrahah terdapat delapan gajah. Ada juga yang menyatakan dua belas gajah. Wallahu a’lam. Maka setelah merasa gajahnya telah siap dan pasukannya telah siaga, Abrahah dan pasukannya pun menuju Makkah. Tetapi tiba-tiba, gajah yang begitu dibanggakan oleh Abrahah duduk berderum dan tak mau bangkit. Pasukan Abrahah memukul-mukul gajah agar verdiri, mereka bahkan memukul kepala gajah itu dengan kapak, tetapi gajah itu enggan berdiri. Kemudian mereka memasukkan tongkat mereka yang berujung lengkung ke belalainya, lalu menariknya supaya ia mau berdiri, tetapi gajah itu tetap menolak. Saat mereka mengarahkannya kembali ke Yaman, maka gajah itu berdiri dan berjalan cepat. Saat mereka mengarahkannya ke Syam, maka ia melakukan hal yang sama. Lalu mereka mengarahkannya ke timur, maka ia melakukan hal yang sama, yakni berjalan cepat. Kemudian mereka mengarahkannya ke Makkah, maka gajah itu pun kembali duduk menderum. Lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan kepada mereka burung dari lautan yang mirip dengan burung alap-alap. Pada masing-masing burung membawa tiga batu: satu batu di paruhnya dan dua batu lainnya di kedua kakinya, batu sebesar biji kedelai dan biji adas, yang tidak seorang pun dari mereka yang terkena batu tersebut melainkan akan binasa. Enam puluh ribu prajurit tidak kembali ke negerinya, bahkan prajurit yang kembali dalam keadaan sakit yang akhirnya mati.

Sikap Seorang Muslim Dalam Menghadapi Musibah

Sebagai hamba Allâh Ta'âla, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir. Allâh Ta'âla berfirman: Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs al-Anbiyâ’/21:35) Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata: “(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”.[1] KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN BERTAKWA KEPADA ALLAH TA'ALA Allâh Ta'âla dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat. Allâh Ta'âla berfirman: (Qs al-Anfâl/8:24) Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan)[2] hidup bagimu (Qs al-Anfâl/8:24) Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata: “(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanya didapatkan dengan memenuhi seruan Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Maka, barang siapa tidak memenuhi seruan Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik) meskipun fisiknya hidup, sebagaimana binatang yang paling hina. Jadi, kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang dengan memenuhi seruan Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya Shallallâhu 'Alaihi Wasallam secara lahir maupun batin”[3]. Allâh Ta'âla berfirman: (Qs Hûd/11:3) “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Hûd/11:3) Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan: “Dalam ayat-ayat ini Allâh Ta'âlamenyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat. [4] SIKAP SEORANG MUKMIN DALAM MENGHADAPI MASALAH Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allâh Ta'âla, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat kepada Allâh Ta'âla membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allâh Ta'âla berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya. Dengan keyakinannya ini pula Allâh Ta'âla akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allâh Ta'âla dalam firman-Nya: (Qs at-Taghâbun/64:11) Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allâh; barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu (Qs at-Taghâbun/64:11) Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata: “Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allâh Ta'âla, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allâh Ta'âla), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allâh Ta'âla tersebut, maka Allâh Ta'âla akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allâh Ta'âla akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.”[5] Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allâh Ta'âla dengan hikmah-Nya yang Maha Sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allâh Ta'âla dalam menghadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang Mukmin. Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan: “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allâh Ta'âla senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisâb. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisâb. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan). Sungguh Allâh Ta'âla telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya yang artinya: ”Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allâh apa yang tidak mereka harapkan” (Qs an-Nisâ/4:104). Jadi, orang-orang Mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang Mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allâh Ta'âla."[6] HIKMAH COBAAN Di samping sebab-sebab di atas, ada lagi faktor lain yang bisa meringankan semua kesusahan yang dialami seorang Mukmin di dunia ini, yaitu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allâh Ta'âla jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan merenungi hikmah-hikmah tersebut, seorang Mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allâh Ta'âla. Semua ini, di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allâh Ta'âla dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya. Dengan sikap ini, Allâh Ta'âla akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allâh Ta'âla memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi yang artinya: “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku”.[7] Maknanya: Allâh Ta'âla akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allâh Ta'âla.[8] Di antara hikmah yang agung tersebut adalah: 1. Allâh Ta'âla menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allâh Ta'âla. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allâh Ta'âla[9]. 2. Allâh Ta'âla menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allâh Ta'âlamencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang.[10] Inilah makna sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam : “Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”[11] 3. Allâh Ta'âla menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allâh Ta'âla sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan dunia Allâh Ta'âla menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.[12] Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam : ”Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”[13] PENUTUP Sebagai penutup, ada sebuah kisah yang disampaikan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullâh tentang gambaran kehidupan guru beliau, imam Ahlus sunnah wal jama’ah di jamannya, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang Mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allâh Ta'âla takdirkan bagi dirinya. Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata: “Dan Allâh Ta'âla yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau (Ibnu Taimiyyah rahimahullâh). Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allâh Ta'âla), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi di sisi lain (aku mendapati) beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Dan kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah rahimahullâh), jika ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat). Dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”[14]

KEAJAIBAN SUJUD DALAM SHALAT

Apabila Anda sedang mengalami stress, atau tensi anda naik, atau pusing yang berkepanjangan, atau mengalami nervous (salah satu jenis penyakit penyimpangan perilaku berupa uring-uringan, gelisah, takut, dll). Jika Anda takut terkena tumor, maka sujud adalah solusinya. Dengan sujud akan terlepas segala penyakit nervous dan penyakit kejiwaan lainnya. Inilah salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Muhammad Dhiyaa'uddin Hamid, dosen jurusan biologi dan ketua departemen radiasi makanan di lembaga penelitian teknologi radiasi. Sudah lumrah bahwasannya manusia apabila mengalami kelebihan dosis dalam radiasi, dan hidup di lingkungan tegangan listrik atau medan magnet, maka hal itu akan berdampak kepada badannya, akan bertambah kandungan elektrik di dalam tubuhnya. Oleh karena itu, Dr. Dhiyaa' mengatakan bahwa sesungguhnya sujud bisa menghilangkan zat-zat atau pun hal-hal yang menyebabkan sakit . Pembahasan Seputar Organ Tubuh Dia adalah salah satu organ tubuh... dan dia membantu manusia dalam merasakan lingkungan sekitar, dan berinteraksi dengan dirinya, dan itulah tambahan dalam daerah listrik dan medan magnet yang dihasilkan oleh tubuh menyebabkan gangguan dan merusak fungsi organ tubuh sehingga akhirnya mengalami penyakit modern yang disebut dengan "perasaan sumpeg", kejang- kejang otot, radang tenggorokan, mudah capek/ lelah, stress ... sampai sering lupa, migrant dan masalah menjadi semakin parah apabila tanpa ada usaha untuk menghindari penyebab semua ini, yaitu menjauhkan tubuh kita dari segala peralatan dan tempat-tempat yang demikian. Solusinya?! Harus dengan mengikuti sesuatu yang diridhai untuk mengeliminir hal itu semua, yaitu dengan bersujud kepada satu-satunya Dzat yang Maha Esa sebagaimana kita sudah diperintah untuk hal itu, dimana sujud itu dimulai dengan menempelkan dahi ke bumi (lantai). Maka di dalam sujud akan mengalir ion-ion positif yang ada di dalam tubuh ke bumi (sebagai tempat ion-ion negatif). dan seterusnya sempurnalah aktivitas penetralisiran dampak listrik dan magnet. Lebih khusus lagi ketika sujud dengan menggunakan 7 anggota badan (dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua kaki) maka dalam posisi ini sangat memudahkan bagi kita menetralisir dampak listrik dan magnet. Diketahui selama penelitian, agar semakin sempurna proses penetralisiran dampak itu semua, maka sujud harus menghadap ke Makkah (Masjid Ka'bah), yaitu aktivitas yang kita lakukan di dalam shalat (qiblat). Sebab Makkah adalah pusat bumi di alam semesta. Dan penelitian semakin jelas bahwa menghadap ke Makkah ketika sujud adalah tempat yang paling utama untuk menetralisir manusia dari hal-hal yang mengganggu fikirannya dan membuat rileks. Subhanallah, pengetahuan yang menakjubkan. Bagikan artikel ini kepada sahabat muslim yang lainya, dengan cara klik ''bagikan''. Semoga ALLAH SWT akan 1. Memurahkan Rezeki 2. Memudahkan Segala urusan Sahabat Muslim yang sudah mau berbagi Ilmu kebaikan...AAMIIN!!!

Mengapa Ridho Allah bergantung pada Ridho Orang Tua?

Sebagai seorang anak, sebaiknya kita selalu mengharap keridoan dari keduanya dan memenuhi perintah-perintahnya, sepanjang tidak untuk berbuat maksiat. Juga anak harus selalu mementingkan keduanya dengan mendahulukan keinginan – keinginannya dari pada kepentingan dan keinginan pribadi . Pernahkah anda membayangkan saat pulang kerumah mendapati orang tua kita sudah terbaring kaku dibungkus dengan kain kafan. Perasaan menyesal terbesit dalam hati karena sebagai anak belum cukup berbakti. Untuk itu tunaikanlah kewajiban kita selagi kedua orang tua masih hidup. Berbuat baiklah pada kedua orang tua. Berbakti kepada kedua orang tua sering sekali disebutkan dalam Al-Quran, bahkan digandengkan dengan tuntunan menyembah Allah. Hal ini menunjukan bahwa berbakti kepada Kedua orang tua (Ibu – Bapak) adalah wajib. Anak berkewajiban berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang harus ditunaikan semaksimal mungkin. Apalagi jkia sering menyakitinya dengan cara membantah dan berkata kasar pada mereka. Selanjutnya Termasuk durhaka kepada kedua orang tua, adalah menyakitinya dengan tidak mau memberikan hal yang baik kepada keduanya, sesuai dengan kemampuan. Kemudian bagaimanakah kita sebagai anak tega memalingkan muka dan berkata kasar kepadanya.[1] “Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, (terutama kepada ibunya), karena ibunyalah yang mengandungnya dengan berbagai susah payah, dan menyapihnya dalam (umur) dua tahun. Oleh karena itu hendaklah kamu bersyukur kepada Ku (hai manusia) dan juga kepada Kedua orang tuamu.” ( QS. Luqman 14 ) Kalau dalam islam menaruh perhatian tentang masalah hak – hak anak yang harus ditunaikan oleh orang tua, misalnya pendidikan, pengajaran, nafkah dan sebagainya, maka dari segi lain Islam juga menaruh perhatian tentang anak – anak harus pula menunaikan kewajiban atas orang tuanya, sebagai penghargaan atas pengorbanan mereka. Sekaligus sebagai pengarahan kaum muslimin untuk dapat mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Seperti dalam hadits dari Abu Abdulrahman, diceritakan bahwa Abdul Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. tentang pahala yang banyak mendatangkan pahala dari Allah SWT. Maka beliau menjawab, bahwa perbuatan yang sangat banyak mendatangkan pahala ialah shalat tepat pada waktunya, karena dengan shalat tepat pada waktunya itu berarti suatu ketaatan yang continue (ajeg) dan merupakan muraqobah yang optimal (merasa selalu diperhatikan Allah). Selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul walidain) sebagai hak mahluk sesudah menunaikan hak Allah.[2] Dari Abu Abdulrahman, Abdullah bin Mas’ud, ia menceritakan: Aku pernah bertanya pada Rasulullah, tentang prbuatan apakah yang paling dicintai Allah? Jawab beliau : “yaitu shalat pada waktunya”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Jawab beliau: “berbuat baik kepada orang tua”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: “Jihat fisabilillah”. ( HR. Bukhori dan Muslim – Riyadhush Shalihin 3/315 Berkorban untuk orang tua َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ “Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.” Berbuat baik kepada kedua orang tua dan selalu mencari keridhoanya dengan memberikan penghargaan dan penghormatan dalam batas – batas yang halal, belumlah seberapa kalau dibandingkan dengan pengorbannan orang tua orang tua kepada anak dalam memberikan asuhan dan pendidikan. Baru seimbang seandainya orang tuanya itu tertawan menjadi budak oleh musuh, kemudian ditebusnya lalu dibebaskanya seperti yang tertera dalam hadits berikut ini : “Abu Hurairoh menuturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Belumlah dinamakan seorang anak membalas orang tua, sebelum dia mendapatkan orang tuanya itu tertawan menjadi budak, lalu ia tebusnya kemudian memerdekakanya”. ( HR. Muslim – Riyadhush Shalihin 4/316 ) Berdasarkan hadits tersebut, maka seorang anak dituntut untuk memberikan pengorbannan yang sebesar-besarnya demi kepentingan orang tua. Dan itulah yang dinamakan “birrul walidain” yang sejati.[3] Mengutamakan ibu “Abu Hurairoh juga meriwayatkan, bahwa ada seorang lelaki menghadap Rasulullah SAW. Untuk menayakan siapakah orang yang lebih patut dilakukan persahabatan dengan baik? Maka jawab Rasulullah SAW. Ibumu. Kemudian ia pun bertanya lagi : lalu siapa lagi? Jawab beliau tetap : Ibumu. Lalu ia bertanya lagi: Lalu siapa lagi: Maka kali ini jawab beliau: Ayahmu” ( HR. Bukhari dan Muslim – Riyadhush Shalihin 9/319 ) Dalam satu riwayat ( bahwa lelaki tersebut bertanya ): Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih patut dilakukan persahabatan dengan baik? Beliau menjawab: Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, dan kemudian bapakmu, dan selanjutnya orang – orang yang paling dekat denganmu, dan yang paling dekat denganmu. Dari hadits ini dapat kita ambil bebeapa pelajaran yaitu : Ibu dalam hubungan dengan anak — adalah lebih diutamakan dari pada ayah. Balasan amal (jaza’) sesuai dengan tingkat amalnya. Tertib hak – densarzgan hubungan sesama insan adalah berdasar dekatnya hubungan. Rasulullah lebih menekakan dan mengutamakan ibu ketimbang ayah dalam kaitanya dengan masalah perlakuan, karena suatu fakta ibulah yang mengandungnya dan yang mengasuhnya. Berarti dialah yang banyak merasakan kepayahan disamping itu, ibu sangatlah dibutuhkan oleh anak – anaknya. َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مِنْ اَلْكَبَائِرِ شَتْمُ اَلرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قِيلَ: وَهَلْ يَسُبُّ اَلرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا اَلرَّجُلِ, فَيَسُبُّ أَبَاهُ, وَيَسُبُّ أُمَّهُ, فَيَسُبُّ أُمَّهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ “Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.” Ada seseorang bertanya: Adakah seseorang akan memaki orang tuanya. Beliau bersabda: “Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain itu memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya.” Muttafaq Alaihi” Sopan Santun Anak kepada Orang Tua Dan dari Abu Hurairoh, dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “ Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orangtunya berusia lanjut, salah satunya atau kedua – duanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga” ( HR. Muslim – Syarah Riyadhush Shalihin juz 2 halaman 10/320 ) Dalam hadits ini oleh Rasulullah SAW. diterangkan bahwa keberadaan orang tua yang telah berusia lanjut itu justru kesempatan paling baik untuk mendapatkan pahala dari Allah dan jembatan emas menuju surga. Karena itu justru rugi besar, orang yang menyia – nyiakan kesempatan yang paling baik ini, sehingga dia mengabaikan hak – hak orang tuanya itu. Hadits ini merupakan penegasan dari ayat yang memerintahkan anak berbakti pada kedua orang tua dan tidak boleh berkata kasar serta kata – kata yang menjengkelkan hati semacam “ah” di saat-saat orang tua berusia lanjut. ( QS. Al-isra’ 23 ) Kemudian dalam suatu riwayat oleh Imam Bukhori dan Muslim Rasulullah menerangkan bahwa hak kedua orang tua itu harus lebih didahulukan dari pada hijrah dan perang, dengan catatan apabila anak tersebut adalah satu – satunya yang mengurus kedua orang tuanya. Waktu itu pmerintah boleh membebaskan kewajiban perang terhadap satu – satunya anak yang orang tuanya tidak lagi mampu berusaha sendiri. Dalam kitab bidayatul hidayah ( tuntunan mencapai hidayah Allah ) karangan Imam Abu Hamid Al-Ghozali dijelaskan agar kita memperhatikan sopan santun bergaul dengan kedua orang tua, diantaranya ialah : Mendengar ucapan mereka Berdiri ketika mereka berdiri, untuk menghormatinya Menaati semua perintah mereka Tidak berjalan didepan mereka Tidak bersuara lantang kepadanya, atau membentak meskipun dengan kata – kata “hus” Memenuhi panggilanya Bersuara menyenangkan hati mereka Bersikap ramah ( tawadlu’) terhadap mereka Tidak boleh mengungkit kebaikannya yang telah diberikan kepada mereka 10. Tidak boleh melirik kepada mereka atau menyinggung perasaanya 11. Tidak boleh bermuka masam dihadapan mereka 12. Tidak melakukan bepergian kecuali dengan izin mereka Berbakti pada orang tua yang sudah meninggal Tak penah bisa kita bayangkan betapa sedihnya saat mendapati ibu atau ayah kita sudah terbaring kaku di depan mata. Padahal kita sering sekali berbuat salah dan durhaka pada ibu, sering berkata kasar pada bapak saat meminta uang. Perasaan menyesal karena belum sempat meminta maaf apalagi berbakti pasti menambah kesedihan . lalu apa yang bisa anak lakukan untuk berbakti pada orang tuanya yang sudah meningggal. Abi Usaid, Malik bin Rabi’ah as-Sa’idi r.a;. mengatakan ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Tiba – tiba ada seorang lelaki dari bani Salamah menghadap Rasulullah seraya berucap : Ya Rasulullah apakah masih ada kebaikan yang harus saya tunaikan terhadap kedua orang tua ku sepeninggal mereka? Jawab Rasulullah SAW. : Ya, masih ada, yaitu engkau mendoakanya, meminta ampun kepada Allah untuk mereka, melaksanakan janji mereka sesudah mereka itu meninggal dunia, menyambung kekeluargaan dimana kekeluargaan itu tidak akan bisa bersambung melainkan dengan sebab orang tua tersebut dan menghormati kawan – kawan kedua orang tua. ( HR. Abu Daud ) Dari hadist diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa setelah orang tua kita meninggal ternyata masih ada yang dapat dilakukan anak untuk berbakti kepada orang tua. Diantaranya : [1] mendo’akannya [2] menshalatkan ketika orang tua meninggal [3] selalu memintakan ampun untuk keduanya. [4] membayarkan hutang-hutangnya [5] melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at. [6] menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya Salah satu cara kita sebagai anak dalam mempraktikan ajaran – ajaran yang ternukil di Al- Quran dan hadits Nabi adalah dengan cara berbakti kebada orang tua. Karena untuk mendapatkan ridho Allah kita harus bisa mendapatkan ridho dari kedua orang tua. Orang tua sudah berkorban banyak untuk membesarkan anaknya . ini harus di balas oleh anaknya dengan cara berbakti kepada orang tua, baik mereka yang masih hidup atupun mereka sudah meninggal dunia. Bahkan tanggung jawab anak sebagai ahli waris justru lebih bertambah setelah orang tuanya meninggal.

WAFATNYA UMAR BIN KHATTAB

Dari Amru bin Maimum , dia berkata: Sesungguhnya jarakku berdiri dengan Umar hanya dipisahkan oleh Abdullah bin Abbas pada pagi hari kematiannya. Jika dia lewat diantara dua shaf, maka dia berkata, “Luruskanlah barisan!” Sampai jika shaf shalat orang-orang sudah tidak terlihat ada yang luang, maka dia maju kedepan untuk bertakbir. Mungkin pada rakaat pertama hari itu dia membaca surah Yusuf atau An-Nahl, atau surah yang semisal dengannya. (Dia membaca surah sepanjang itu untuk menunggu) semua orang berkumpul. Sampai ketika Umar mengucapkan Takbir, maka aku mendengar kalau dia berkata,”Ada orang yang membunuhku atau ada anjing yang menggigitku.”Dia ucapkan kalimat itu ketika sang pembunuh menikam tubuhnya. Lalu, ada orang kafir yang melintas dengan cepat sambil membawa pisau bermata dua. Dia juga menikam setiap orang yang dia lewati disebelah kanan dan kirinya. Jumlah orang yang terkena tikaman pisau orang kafir itu mencapai 13 orang, sedangkan yang sampai meninggal dunia ada 7 orang. Ketika ada seorang lelaki dari kalangan kaum muslimin melihat orang kafir tersebut, dia langsung melemparkan mantel yang ada tudung kepalanya. Ketika orang Kafir tersebut merasa kalau dirinya tertangkap, maka dia langsung memotong lehernya sendiri. Umar meraih tangan Aburrahman bin Auf. Lalu Umar menyuruhnya untuk maju kedepan. Orang yang berada langsung dibelakang Umar pasti juga melihat peristiwa seperti yang aku saksikan. Sedangkan orang-orang yang berada di ujung masjid, mereka tidak tahu apa yang terjadi. Yang mereka ketahui hanya kehilangan suara Umar yang ketika itu menjadi imam. Oleh karena itulah mereka mengucapkan kalimat, ”Subhanallah, subhanallah” (sebagai peringatan bagi imam apabila melakukan kesalahan). Maka, ganti abdurrahman bin Auf yang mengimami shalat orang-orang secara ringan. Ketika mereka usai menunaikan ibadah shalat, Umar berkata, “Wahai Ibnu Abbas, lihatlah! Siapakah yang berusaha membunuhku!” Ibnu Abbas pergi sejenak kemudian kembali datang sambil berkata, “Hamba sahaya, Al Mughirah.” Umar berkata, “Lelaki yang memiliki kemahiran kerajinan tangan?” Ibnu Abbas menjawab, “Benar.” Umar berkata, “Semoga Allah memeranginya. Sesungguhnya aku telah memerintahnya melakukan hal yang makruf. Namun, segala puji bagi Allah yang tidak menakdirkan kematianku berada ditangan seorang laki-laki yang mengaku dirinya memeluk agama Islam. Sungguh kamu dan ayahmu senang memperbanyak jumlah orang-orang kafir di Madinah.” Memang Al Abbas memiliki budak kafir yang jumlahnya sangat banyak. Lalu Ibnu Abbas berkata, “Kalau memang Anda mau, maka aku akan melakukannya untuk Anda.” Maksudnya membunuh semua budak kafir itu. Namun Umar berkata, ” Kamu salah (kalau sampai membunuh mereka) setelah mereka bisa berbicara dengan bahasa kalian, telah mengerjakan shalat dengan menghadap kiblat kalian, dan telah menunaikan ibadah haji sesuai dengan ritual kalian.” Lalu Umar dibawa pulang ke rumahnya. Lalu Umar diberi minumah berupa persan buah kurma, dan diapun meneguknya. Namun cairan itu malah keluar melalui luka yang ada diperutnya. Maka, Umar kembali diberi susu sehingga diapun meneguknya. Namun, cairan itu lagi-lagi keluar dari lukanya itu. Maka, orang-orang pun baru sadar kalau Umar (sebentar lagi) akan tiada. Kami masuk mengunjungi Umar. Begitu juga dengan orang-orang yang memberikan simpati dan dukungan moril untuknya. Datang pula seorang lelaki muda yang berkata, “Berbahagialah Anda, wahai Amirul Mukminin, dengan kabar gembira dari Allah, karena Anda telah menjadi sahabat Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam! Anda juga tergolong orang yang masuk Islam pertama kali, sebagaimana yang telah Anda ketahui. Kemudian Anda menjadi seorang pemimpin dan sanggup berlaku adil. Setelah itu, Anda mendapatkan anugerah sebagai syahid.” Umar berkata, “Aku ingin agar semua itu menjadi hal yang sekedar (bisa menyelamatkan aku), tidak terlalu bernilai lebih dan tidak pula mencelakakan aku.” Ketika pemuda itu berbalik, ternyata kain sarungnya menyentuh tanah, Maka Umar berkata, “Tolong panggilkan pemuda itu lagi untukku!” Setelah (pemuda itu kembali menghadap), maka Umar berkata, “Wahai putra saudaraku, angkatlah kian sarungmu, karena hal itu bisa menyebabkan pakaianmu lebih bersih dan juga menyebabkan dirimu lebih takut kepada Tuhanmu! Wahai Abdullah bin Umar, periksalah hutang yang aku miliki! Hitung semuanya!” Ternyata, Abdullah bin Umar menjumpai Umar memiliki hutang sebasar 87.000 atau sekitar jumlah itu. Maka Umar berkata, “Kalau memang hutangku sejumlah itu cukup dibayar dengan harta milik keluarga Umar, maka bayarkan dengan harta itu. Namun apabila tidak mencukupi, mintalah kepada bani Adi bin Ka’ab. Jika harta mereka masih belum cukup untuk membayar hutang, maka mintalah kepada orang-orang Quraisy. Janganlah kamu sampai meminta kepada orang selain mereka. Bayarkanlah harta ini untuk membayar hutangku. Pergilah kamu menjumpai Aisyah, Ummul Mukminin! Katakan kepadanya, ‘Umar mengirim salam kepadamu’. Jangan kamu mengatakan Amirul Mukminin (mengirim salam kepadamu), karena pada hari ini aku bukan lagi amir bagi kaum mukminin. Katakan juga kepadanya bahwa Umar bin Khattab memohon izin agar boleh dimakamkan di samping kedua orang sahabatnya.” Maka, Abdullah mengucapkan salam kepda Aisyah dan masuk kedalam rumahnya. Dia menjumpai Aisyah sedang duduk sambil menangis. Maka Abdullah bin Umar berkata, “Umar menitipkan salam untuk Anda. Dia juga meminta izin untuk dimakamkan di samping kedua sahabatnya.” Maka Aisyah berkata, “Aku yang menghendaki Umar menempati jatah tempat makamku. Pada hari ini, aku pasti lebih mengutamakan Umar dibandingkan diriku.” Kerika Abdullah bin Umar kembali, maka dikatakan kepada Umar, “Ini, Abdullah bin Umar telah datang!” Umar berkata, Angkatlah diriku!” Lalu ada seorang laki-laki yang menyandarkan tubuh Umar ke tubuh Abdullah. Lalu Umar bertanya, “Berita apa yang kamu dapat?” Abdullah bin Umar menjawab, “Sesuai dengan yang Anda sukai, wahai Amirul Mukminin! Aisyah mengizinkannya.” Umar berkata, Alhamdulillah! Tidak ada sesuatu yang lebih aku idam-idamkan melebihi hal itu. Jika nyawaku telah dicabut nanti, maka gotonglah jenazahku! Kemudian ucapkanlah salam kepada Aisyah dan katakan bahwa Umar bin Khattab meminta izin. Apabila dia memberi izin untukku, maka masukkanlah aku (ke liang kubut di samping Rasulullah dan Abu Bakar. Namun apabila dia menolak aku, maka makamkanlah saja jenazahku di komplek pemakaman kaum muslimin!” Tidak lama kemudian, Ummul Mukminin Hafshah datang bersama-sama dengan kaum wanita. Ketika kami melihatnya, maka kami pun berdiri. Hafshah langsung menuju ke arah Umar sambil menangis disisinya selama beberapa saat. Lalu beberapa orang laki-laki memohon izin untuk masuk. Hafsah pun menyingkir dari tempat itu untuk masuk kedalam ruangan. Kami mendengar suara tangisan Hafshah dari arah dalam rumah. Ketika nyawa Umar telah dicabut, kami membawa keluar jenazah tersebut. Lalu Abdullah bin Umar mengucapkan salam (kepada Aisyah dan berkata), “Umar memohon izin (kepada Anda).” Aisyah berkata,” Masukkanlah jenazahnya!” Maka Abdullah bin Umar memasukkan jenazah Umar di sana, yakni bersama kedua orang sahabatnya. (HR. Bukhari) Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku adalah orang yang terakhir kali menyaksikan kematian Umar diantara kalian. Aku mengunjunginya ketika kepalanya berada dipangkuan anaknya yang bernama Abdullah. Lalu Umar berkata kepada putranya itu, ‘Letakanlah pipiku diatas permukaan bumi!’ Abdullah berkata, ‘Bukankah pahaku dan permukaan bumi sama saja?’ Umar berkata lagi, ‘Letakanlah pipiku diatas permukaan bumi!’ Umar mengucapkan kalimat itu sampai dua atau tiga kali. Aku juga mendengarnya berkata, ‘Sungguh celaka aku jika Engkau tidak mengampuniku’. Sampai akhirnya nyawanya dicabut dari jasadnya. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Umar ditikam pada hari rabu tanggal 14 Dzulhijjah 23 H. Jenazahnya dimakamkam hari Ahad pada pagi hari munculnya hilal bulan Muaharraam.” Semoga bermanfaat.. Aamiin..
“Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling mulia ? Yaitu, menyambung silaturrahmi dengan orang yang memutuskannya, memberi kepada orang yang tidak mau dan tidak pernah memberimu, memaafkan orang yang pernah menzalimi dan menganiayamu.” (HR. Al Hakim) Pemaaf adalah sikap yang suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu manifestasi dari ketaqwaan kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuata kebajikan.” (Q.S. Ali Imran: 133-134) Islam mengajarkan untuk bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa menunggu permohonan maaf dari orang yang berbuat salah kepada kita. Karenanya, tidak ditemukan satu ayat yang menganjurkan untuk meminta maaf, tetapi yang ada ialah perintah untuk memberi maaf. Adakalanya seseorang berbuat salah dan menyadari kesalahannya serta berniat untuk meminta maaf, namun ia terhalang oleh hambatan psikologis untuk menyampaikan permintaan maaf. Apalagi jika orang itu merasa status sosialnya lebih tinggi dari orang yang akan dimintainya maaf. Misalnya, seorang pemimpin kepada orang yang ia pimpin, orang tua kepada anaknya, atau yang lebih tua kepada yang lebih muda. Barangkali, itulah salah satu hikmah kenapa Allah memerintahkan kita untuk memberi maaf sebelum dimintai maaf. Memberi maaf haruslah disertai dengan ketulusan hati dan berlapang dada. Sehingga tak ada tersisa rasa dendam atau keinginan untuk membalasnya. Allah berfirman dalam surat An Nuur ayat 22. Berlapang dada dalam bahasa Arab disebut ash shafhu secara etimologis berarti lapang. Halaman pada buku dinamai shafhah karena kelapangan dan keluasannya. Dari sini ash shafhu dapat diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahah, karena melakukannya berarti perlambang kelapangan dada. Diibaratkan kita adalah dalam menulis di sebuah lembaran kertas, dan kesalahan itu kita hapus dengan alat penghapus. Serapi apapun kita menghapusnya, tentu akan meninggalkan bekas, bahkan barangkali kertas tersebut menjadi kusut. Karena itu, supaya lebih bersih dan lebih rapi, maka kertas yang terdapat kesalahan tulis padanya diganti saja dengan kertas lembaran yang baru. Memaafkan diibaratkan menghapus kesalahan pada kertas, sedangkan berlapang dada diibaratkan mengganti lembaran kertas yang salah dengan lembaran yang baru. Rasulullah SAW pemilik akhlak yang paling mulia, dengan keagungan akhlaknya telah memberikan suri tauladan kepada umatnya. Diantaranya sikap pemaaf. Diantara sikap pemaafnya dapat kita simak dalam kisah berkut ini. Dalam peperangan Khaibar, Zainab binti Al Haris istri Salam bin Miskan, salah seorang pemuka Yahudi, memberikan hadiah kambing bakar yang telah matang kepada Rasulullah SAW. Zainab bertanya kepada Rasulullah tentang anggota badan kambing yang disukai beliau, lalu ada yang menjelaskan kepadanya bahwa yang disenangi Rasulullah adalah paha kambing. Kemudian Zainab memberi racun sebanyak-banyaknya pada paha kambing dan menghidangkannya kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengambil sedikit daging paha kambing tersebut dan mengunyahnya, tetapi tidak menyukai rasanya. Bisyar Al Barra’ bin Ma’ruf yang saat itu bersama Rasulullah ikut menyantap daging paha kambing tersebut. Rasulullah SAW memuntahkan kembali daging kambing yang beliau kunyah, kemudian berkata: “Sesungguhnya tulang ini memberi tahu kepadaku bahwa dia diberi racun.” Lalu Zainab dipanggil dan ditanya tentang hal tersebut, dan diapun mengakuti perbuatannya. Rasulullah SAW bertanya kepada Zainab tentang perbuatannya itu. Zainab menjawab, “ Karena engkau telah menaklukkan kaumku, sebagaimana engkau ketahui, lantas terlintas di hatiku untuk mengujimu dengan racun itu. Jikalau Muhammad seorang raja, maka aku akan aman dari tindakannya (mati lantaran memakan daging paha kambing yang telah diberi racun), dan jikalau dia memang seorang nabi, tentu ia akan diberitahu (tentang daging yang beracun itu). ” Lalu Zainab dimaafkan oleh Rasulullah, sedangkan Basyar al Barra’ yang telah memakannya, meninggal seketika. Sebenarnya pengakuan Zainab hanya dusta belaka. Sesungguhnya ia benar-benar berniat untuk berbuat jahat terhadap Rasulullah SAW. Walaupun demikian, niat jahatnya itu telah diampuni oleh Rasulullah berka tsifat pemaafnya dan kelapangan dadanya. Kisah di atas satu dari sekian banyak kisah tentang keluhuran budi pekerti dan akhlakul karimah yang dimiliki oleh Rasulullah SAW. Betapapun besarnya kezaliman yang dilakukan atas diri beliau, tiada sedikitpun beliau menaruh benci apalagi dendam untuk membalasnya. Bahkan pintu maaf selalu beliau buka dengan lebar bagi siapa saja yang bermaksud atau berlaku jahat dan menganiaya beliau. Perlu disadari, bahwa di dunia ini tidak seorang pun yang tidak pernah berbuat kesalahan. Maka hal yang terbaik bagi setiap diri adalah menyadari akan kesalahan yang pernah diperbuat, kemudian bersegera untuk memohon maaf atas kesalahannya. Jika kesalahan itu terhadap Allah SWT, maka bersegeralah minta ampun-Nya. Dan jika kesalahan itu terhadap sesama manusia, maka bersegeralah memintakan maaf kepadanya. Paling utama adalah jika ada yang pernah berbuat kesalahan terhadap seseorang, maka maafkanlah kesalahannya, walau orang yang berbuat kesalahan itu tidak pernah memohon maaf dari kita. Karena ketahuilah, bahwa dengan begitu rahmat Allah akan senantiasa meliputi kita. Allahu a’lam

MENIPU SYETAN

Pernah suatu ketika Kiai Bisri Musthofa berbincang-bincang dengan sahabatnya, Kiyai Ali Ma'shum Krapyak tentang tulis menulis. "Kalau soal kealiman, barangkali saya tidak kalah dari sampean. Bahkan mungkin saya lebih alim." kata Kiai Ali ketika itu dengan nada kelakar seperti biasanya. "tapi mengapa sampean bisa begitu produktif menulis, sementara saya selalu gagal di tengah jalan. Baru separo atau sepertiga sudah macet tidak bisa melanjutkan." Dengan gaya khasnya, Kiai Bisri menjawab, "Lha soalnya sampean menulis lillahi ta'ala sih!" Tentu saja jawaban ini mengejutkan Kiai Ali, "Lho, Kiai menulis kok tidak lillahi ta'ala, lalu dengan niat apa?" "Kalau saya menulis dengan NIAT NYAMBUT GAWE CARI DUIT. Etos saya dalam menulis sama dengan penjahit. Lihatlah penjahit itu. Kalaupun ada tamu, penjahit tidak akan berhenti menjahit. Dia menemui tamunya sambil terus bekerja. Soalnya, bila dia berhenti menjahit, periuknya bisa ngguling. Saya juga begitu. Kalau belum-belum sampean sudah niat yang mulia-mulia, setan akan mengganggu sampean. Dan pekerjaan sampean tidak akan selesai. Lha nanti kalau tulisan sudah jadi dan akan disetorkan kepada penerbit, baru kita niati yang mulia-mulia. Li nasyril 'ilmi atau apa. Setan perlu kita tipu." Kiyai Ali Ma'sum, "????." *Dikutip dari biografi KH. Bisri Musthofa --0o0o0-- Senyum sejenak tuk melepas kepenatan hidup. Sobat HIAS, seseorang jika ingin menaklukkan musuhnya, tentu ia dituntut harus tahu strategi penyerangan musuh. Begitupun kita, kita harus tahu strategi penyerangan musuh bebuyutan kita, siapa mereka? Yaitu syetan! Dalam QS. Al-Arof ayat 17 dijelaskan bahwa setan akan datang menyerang dari 4 arah : depan, belakang, kiri dan kanan. Ulama menafsirkan keempat arah tersebut adalah : arah depan (manusia akan diragukan akan masa depan/ Akhirat), belakang (manusia disibukkan perkara dunia), kanan (manusia menyukai jabatan), kiri (syahwat berlebihan). Nah, kita harus bisa menahan strategi- strategi syetan tersebut, agar mampu mengalahkan mereka. Semoga Alloh Swt memberikan kita kekuatan untuk bisa mengalahkan syetan dan meredam serangan hawa nafsu. Aamiin.. Wallaahu a'lam. * * * Mohon maaf, bagi teman teman yang mau ikut berpartisipasi dalam pembangunan sarana belajar TPQ JT gratis Ds. Bungur - Ngawi. Sebagai investasi akhirat / amal jariyah. Yang kebetulan saat ini sedang membutuhkan dana. Silahkan, Anda dapat menginfaqkan sebagian rizqinya melalui rek BCA Atas Nama : CHABIB MUSTHOFA No Rekening : 7790 - 14 - 5695 Kantor Cabang : KCP. NGAWI Setelah anda mentransfer uang. Diwajibkan untuk menkonfirmasi via SMS di nomor +62838-4245-1371 dengan format : Nama#Tgl kirim#Jmlah transfer Berapapun dana yang anda infaqkan, sangat berarti bagi mereka anak anak muslim generasi agama islam yang qurani. Terima kasih kami ucapkan kepada para calon donatur. Jazakumullaahu khoiron katsiro. Semoga Allah memudahkan Anda disetiap urusan di dunia dan akhirat. Sebagaimana Anda yang sudah membantu memudahkan kami didalam proses belajar Al Quran. Aamiin. Lahul faatihah Untuk lebih jelasnya silahkan bisa dilihat di fp Taman Pendidikan Quran "Jet Tempur" * * * Barangsiapa ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain. (HR. Ahmad) Wallaahu a'lam.

MAS MANTRI MENJENGUK TUHAN

MAS MANTRI MENJENGUK TUHAN oleh : Ahmad Thohari Pada pagi hari di hari lebaran yg lalu, Mas Mantri tidak muncul di tempat sholat Id. Padahal boleh dibilang, sebagian besar warga kampung tumplek blek disana dalam suasana khusuk sekaligus gembira. Ketidak hadiran Mas Mantri banyak dipertanyakan orang. Ya, apabila pada kesempatan yang agung seperti sholat Id, lelaki paruh baya itu tidak terlihat, pasti ada sesuatu yang terjadi atas dirinya. Maka setelah selesai sholat dan bersalaman dengan sesama warga kampung, saya langsung menuju rumah Mas Mantri. Den Besus dan Kang Marto Pacul yang mengetahui rencana saya sontak bergabung. Sampai ditujuan kami mendapati rumah Mas Mantri terlihat sepi. Pintu depan tertutup. Anehnya, dari dalam terdengar suara radio menggemakan takbir. Den Besus memanggil –manggil pemilik rumah, tak ada jawaban. Kami saling berpandangan karena kami mulai cemas, jangan-jangan telah terjadi sesuatu yang serius terhadap orang yang sering kami ajak jagongan ini. Saya usul agar Pak RT diberitahu, sebab siapa tahu ia kena musibah tersengat listrik misalnya. Ya, saya bergerak menuju ke rumah Pak RT. Tetapi belum jauh kaki melangkah, tiba-tiba kami mendengar suara orang terbatuk dari gubug agak di belakang rumah Mas Mantri. Itu rumah liliput yang ditinggali sendiri oleh Nek Trimo. Kami bertiga sepakat pergi ke gubug itu dan menemukan Mas Mantri sudah berada disana. Anehnya Mas Mantri sudah necis dengan dandanan kain sarung serta kopiah baru. Baju kokonya putih bersih seperti orang yang siap pergi ke masjid. “ Kok sampeyan masih disini?“ tanya Den Besus. “ Kenapa tidak ikut sholat Idh?“ Mas Mantri tidak segera menjawab karena Nek Trimo yang tergeletak lemah di balai balai bambu kembali terbatuk, dan terus terbatuk lalu mengerang. Sosok tubuhnya yang tampak sangat ringkih hampir lenyap di balik selimut kain lusuh. Kami merasa terjebak oleh suasana haru. Apalagi setelah kami mengetahui lebih jelas keadaan di dalam gubug itu ; tak ada makanan atau minuman apalagi obat-obatan. “Tadi pagi sebenarnya saya sudah siap berangkat ke tempat sholat Idh. Tapi karena mendengar Nek Trimo terus terbatuk, saya datang kemari." Mas Mantri mencoba memberi penjelasan. “Lalu sampeyan tak tega meninggalkan dia seorang diri?“ tanya saya. Mas Mantri mengangguk, dan wajahnya kelihatan ragu. “Karena menemani Nek Trimo sehingga tak bisa pergi sholat Idh, apakah saya salah?“ tanya Mas Mantri dengan pandangan mata tertuju kepada saya. Den Besus dan Kang Marto Pacul pun berbuat sama sehingga saya merasa jadi pusat perhatian. Entahlah, pertanyaan Mas Mantri terasa langsung menusuk dasar iman saya. Ya Tuhan, saya merasa malu karena tiba-tiba saya teringat pernyataan Tuhan sendiri bahwa barang siapa menjenguk si sakit, si haus, dan si lapar, maka berarti dia telah menjenguk Tuhan. Dan ternyata Mas Mantri-lah yang telah melakukan kesalehan tersebut. Saya merasakan adanya ironi yang tajam karena sangat boleh jadi Mas Mantri justru belum tahu akan adanya pernyataan Tuhan itu. Nek Trimo terbatuk lagi, kering dan dalam. “Wong ditanya kok malah bengong,“ kalimat Den Besus mengejutkan saya. “Ya Den, saya sangat percaya tak ada kesalahan apa pun pada diri Mas Mantri yang tidak pergi sholat Idh demi menemani Nek Trimo.“ “ Ah apa iya ? “ tanya Kang Marto Pacul. “Meninggalkan sholat Idh untuk menjaga orang sakit, apakah tidak berarti lebih mengutamakan kepentingan manusia ketimbang kepentingan Tuhan?“ Lagi, dasar iman saya terasa tertusuk, kali ini oleh pertanyaan Kang Marto Pacul. Karena gelisah, saya tak bisa segera bicara. Pikiran saya melayang. Oh, alangkah banyak orang lupa bahwa hakikat ibadah adalah penyebarluasan kasih sayang Ilahi di dunia agar manusia berjumpa dengan Tuhan dalam ramatullah kelak. Dan pagi ini Mas Mantri memang telah meninggalkan sholat Idh. Namun sebagai penggantinya lelaki tersebut telah melakukan ibadah maknawi yang sangat tinggi nilainya. Mas Mantri telah menunaikan silaturahmi paling hakiki antar sesama manusia, sekaligus menziarahi Tuhan seperti telah dinyatakan dalam sabda Dia sendiri. Silaturrahmi macam itu terang lebih maknawi daripada sholat (sunah) Idh, serta salam- salaman yang masih bersifat simbolis. “Eeeee… kamu kok jadi pelamun?“ tegur Kang Marto Pacul. “Tadi saya bertanya, apakah tindakan Mas Mantri pagi ini tidak berarti menomorsatukan kepentingan manusia dan menomorduakan kesetiaan terhadap Tuhan?“ “Saya yakin tidak!“ Jawab saya sambil menelan ludah. “Soalnya begini, apabila sampai terjadi Nek Trimo meninggal dalam keadaan merana, orang sekampung, terutama Mas Mantri yang tinggal paling berdekatan yang berdosa. Bukankah seorang seperti Nek Trimo ini merupakan amanat Tuhan bagi kita semua? Lagi pula sholat Idh hukumnya kan sunah. Sementara menyantuni fakir miskin hukumnya wajib. Jadi pagi ini Mas Mantri telah meninggalkan perkara sunah demi melakukan pekerjaaan wajib. Maka tidak salah bukan?“ Den Besus dan Kang Marto Pacul diam, saya kira pegawai kantor kecamatan dan tukang becak lugu itu bisa memahami omongan saya. “Kita tidak layak terlalu banyak omong di hadapan Nek Trimo yang sedang sakit,“ Mas Mantri tiba-tiba bicara. “Kita harus segera melakukan pertolongan nyata. Saya mau pergi ke apotik jaga, cari obat sementara. Saya minta Kang Marto Pacul pergi ke kecamatan tetangga memberitahu kerabat Nek Trimo.“ “Saya akan mengambil termos dan makanan,“ kata saya. “Lalu saya kebagian apa?“ tanya Den Besus. "Sementara kami pergi, tungguilah Nek Trimo disini,“ jawab Mas Mantri. “Jadi kita tidak melakukan silaturahmi dan salam-salaman? Ini kan hari lebaran?“ tanya Den Besus lagi. “Ya inilah silaturahmi yang sebenar - benarnya“ jawab Kang Marto Pacul. Ah ternyata tukang becak lugu itu bisa menjawab dengan tepat pertanyaan Den Besus. Kemudian Mas Mantri, saya dan Kang Marto Pacul berangkat. Pagi ini kami merasakan sentuhan hakikat persaudaraan sejati. Karena pagi ini kami mengikuti Mas Mantri menjenguk Tuhan. --0o0o0-- Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Besar berfirman pada hari kiamat, “Wahai anak Adam, Aku sakit namun kamu tidak menjenguk-Ku.” Ia berkata, “Wahai Tuhan saya, bagaimana saya menjenguk- Mu, sedang Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Dia berfirman, “Tidakkah kamu mengetahui bahwa hamba- Ku Fulan sakit, namun kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu mengetahui, seandainya kamu menjenguknya, niscaya kamu mendapati Aku di sisinya. Wahai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, namun kamu tidak memberi-Ku makan.” Ia berkata, “Wahai Tuhan saya, bagaimana saya memberi makan kepada-Mu, sedangkan Engkau Tuhan semesta alam?” Allah berfirman, “Tidakkah kamu mengetahui bahwa hamba Ku si Fulan minta makan kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya makan? Apakah kamu tidak mengetahui bahwa seandainya kamu memberinya makan, niscaya kamu mendapatkannya di sisi-Ku? Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberiku minum.” Ia berkata, “Bagaimanakah saya memberi-Mu minum, sementara Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah berfirman, “Hambaku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum. Sesungguhnya seandainya kamu memberinya minum, niscaya kamu mendapatinya di sisi-Ku.” * * * Ternyata berkomunikasi melalui FB (tulisan) sangatlah tidak mudah. Kita tidak tau persis apa maksud penulis, bagaimana intonasinya, marah atau bercanda, menasehati atau menghina, dll, kita sama sekali tidak tahu. Terkadang berkomunikasi secara langsung pun kita masih sering salah faham, apalagi jika hanya sebatas melalui tulisan. Oleh karena itu melalui status ini, dan di Hari yang Fitri ini, Kang HIAS memohon maaf kepada seluruh teman - teman page Humor Islami Ala Santri - HIAS. Karena barangkali selama ini ada status maupun komen-komen Kang HIAS yang membuat teman-teman semua sakit hati atau tersinggung. Mohon dibukakan pintu maaf yang selebar-lebarnya. Kang HIAS yakin semua teman-teman adalah pemaaf. Semoga Allah mengampuni dosa2 kita semua. Aamiin. "Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan , maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa." (An Nisaa:149) "Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan," (Asy Syuura:25) SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1434 HIJRIYYAH. Taqobballallaahu minnaa wa minkum. Mohon maaf lahir dan batin.

Sabtu, 10 Agustus 2013

Habib Munzir bin Fuad Al Musawa bercerita

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 3) Sungguh Manusia adalah makhluk lemah. Tak kuasa untuk bersih dari dosa dan maksiat. Ditambah dengan godaan pasukan iblis yang berusaha selalu menyeretnya ke dunia hitam. Tidak ada yang maksum kecuali para Nabi yang Allah lindungi dari dosa. Di saat yang sama, Allah membuka pintu taubat yang seluas-luasnya, agar mereka tidak putus asa dari rahmat Sang Pencipta. Tinggal satu yang perlu digugah: Kapan saatnya kita mau bertaubat? Jika Allah sangat menyayangi kita, mengapa diri kita tidak menyayangi diri kita sendiri. Dalam perjalanan pulang dari peperangan, kaum muslimin membawa kemenangan besar. Mereka pulang dengan membawa harta rampasan dan tawanan. Tiba-tiba ada seorang ibu diantara tawanan itu, yang kebingungan mencari anaknya. Sampai akhirnya ketemu dan dia susui. Melihat hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, أتروْن هذه طارحةً ولدَها في النار؟ “Mungkinkah wanita ini akan melemparkan anaknya ke api?” Para sahabat spontan menjawab: “Demi Allah, tidak mungkin.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menimpali: الَلَّهُ أرحمُ بعباده مِن هذه بولدها “Allah lebih menyayangi hamba-Nya, dari pada kasih sayang ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari).

Besarnya Cinta Rasulullah SAW kepada umat

ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca ayat alqur'an (ucapan nabiyullah Ibrahim As): "Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala- berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Ibrahim: 36) Kemudian Rasulullah membaca ayat al qur'an lagi (ucapan nabi Isa As): " Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana " ( QS. Al Maidah : 118 ) Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya, menangis dan berdoa: "Wahai Allah, tolonglah ummatku, tolonglah ummatku" Kemudian malaikat Jibril As turun kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Wahai Rasul, Allah bertanya apa yang membutmu menangis?" Allah subhanahu wata'ala Maha Tau keadaan beliau- , namun Allah mengutus Jibril As kepada Rasulullah agar beliau mengeluarkan isi hatinya, apa yang menyebabkan beliau menangis. Maka Rasulullah berkata: "Nabi Ibrahim As berlepas diri dari ummatnya yang pendosa, begitu pula nabi Isa As, namun aku tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari ummatku yang pendosa, aku tidak mampu mengatakan seperti yang telah diucapkan nabi Ibrahim dan nabi Isa (QS. Ibrahim: 36 dan QS. Al Maaidah: 118)". Maka malaikat Jibril kembali kepada Allah dan Allah subhanahu wata'ala memberi salam kepada nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian malaikat kembali kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, wahai Rasulullah Allah subhanahu wata'ala telah menyampaikan kepadamu: " Kami telah meridhoi umat-mu dan tidak akan menyakitimu" Maka di saat itu tenanglah perasaan nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun sebelum itu beliau menangis karena tidak bisa berlepas diri dari ummatnya yang berdosa, beliau masih ingin menyelamatkannya, maka Allah berikan hak syafaat kepada nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam untuk ummatnya yang pendosa, inilah idola kita yang sesungguhnya Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.. Cintailah , kenalilah wahai Saudara/i ku yang dimuliakan ALLAH, kenalilah Sejarah hidup beliau , Demi ALLAH kalian akan menangis rindu jika kalian telah mengenal SAYYIDINA MUHAMMAD SAW..