Jumat, 23 Agustus 2013
ABRAHAH: RAJA YAMAN YANG INGIN MENGHANCURKAN KA’BAH
Pernahkah membaca surat Al-Fiil?
Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Al-Kaafirun.
Nama Al-Fiil diambil dari kata Al-Fiil yang terdapat pada ayat pertama surat ini, artinya gajah. Mari kita simak bacaan surat tersebut disertai dengan artinya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1)
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2)
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3)
تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4)
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?
3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
4. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Surat Al-Fiil mengemukakan cerita pasukan bergajah dari Yaman yang dipimpin oleh Abrahah yang ingin meruntuhkan Ka’bah di Mekkah. Peristiwa ini terjadi pada tahun Nabi Muhammad SAW dilahirkan.
ABRAHAH
Abrahah Al-’Asyram (Arab أبرهة الأشرم, Abrahah Al-Habsyi) adalah seorang gubernur dari Abyssinia (Kekaisaran Ethiopia) yang telah berhasil menaklukkan dan menjadi Raja Saba (Yaman). Penduduk Negeri itu menganut agama Nashrani.
GINEALOGI
Procopius mencatat bahwa Abrahah dulu pernah menjadi seorang budak belian dari Kerajaan Byzantium di Adulis, sementara At-Tabari mengatakan bahwa ia masih memiliki hubungan dekat dengan keluarga Kerajaan Aksum.
Abrahah berkeinginan agar bangsa Arab pada saat itu untuk berhaji ke San’a, ibu kota Yaman, tidak ke kota Mekkah tempat Ka’bah berada.
Untuk itu, dia membuat sebuah gereja/katedral yang bernama Al-Qullais. Tempat ibadah ini tiada bandingannya. Suatu saat, salah seorang dari suku Quraisy dari Mekkah ingin merendahkan kedudukan gereja ini dengan cara membuang hajatnya di gereja. Dia telah mengotori dinding gereja tersebut, kemudian melarikan diri.
Mengetahui hal ini, Raja Abrahah sangat murka. Dia langsung memerintahkan pasukannya untuk menyerang kota Mekkah dan menghancurkan Ka’bah. Di antara pasukan tersebut terdapat tiga belas ekor gajah. Gajah terbesar bernama Mahmud.
Selama perjalanan mereka menuju Mekkah, banyak suku dari Bangsa Arab berusaha menghadang Abrahah dan pasukannya, tetapi tidak ada satu pun yang berhasil mengalahkan mereka.
Akhirnya, Abrahah pun mulai mendekat ke kota Mekkah. Pasukannya beristirahat di suatu tempat bernama Mughammis yang jauhnya beberapa mil dari Mekkah.
Mereka merampas apa saja yang mereka temukan di perjalanan, termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muthalib, si penjaga Ka’bah. Abrahah lalu mengirim utusan yang bernama Hunata, untuk menemui pemimpin penduduk di sana. Ia berpesan bahwa mereka datang bukan untuk berperang, melainkan hanya ingin untuk menghancurkan Ka’bah. Dan jika ingin menghindari pertumpahan darah, maka pemimpin Mekkah harus menemuinya di kemahnya.
Pemuka kota yang mewakili penduduk Mekkah itu adalah Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW. Ketika Abrahah melihat kedatangan Abdul Muthalib ke kemahnya, dia sangat terkesan, sampai turun dari singgasananya dan menyambutnya dan duduk bersama dia di atas karpet. Ia menyuruh juru bicaranya menanyakan kepada Abdul Muthalib permintaan apa yang hendak diajukan. Abdul Muthalib meminta agar 200 ekor untanya yang telah dirampas oleh pasukan Abrahah agar dikembalikan.
Abrahah sangat kecewa mendengarkan permintaan tersebut karena menganggap Abdul Muthalib lebih mementingkan unta-untanya ketimbang Ka’bah yang sedang terancam untuk dihancurkan.
Abdul Muthalib menjawab:
”Aku adalah pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan melindunginya”.
“Tapi sekarang ini Dia tak akan mampu melawanku”, Kata Abrahah.
“Kita lihat saja nanti,” Jawab Abdul Muthalib, “Tapi kembalikan unta-unta itu sekarang”. Dan Abrahah memerintahkan agar unta-unta tersebut dikembalikan.
Hasil perundingan itu adalah Abrahah akan mengembalikan unta-unta Abdul Muthalib yang telah diambil oleh pasukannya. Adapun urusan penyerangan Kota Mekkah, maka ini tergantung keputusan yang akan diambil oleh Abrahah sendiri.
Abdul Muthalib pun kemudian memerintahkan penduduk Mekkah untuk mengungsi dari kota tersebut, sementara Abrahah memutuskan untuk melanjutkan niatnya. Pasukannya bergerak terus menuju kota Mekkah sampai ke Lembah Muhassir.
Dalam ekspedisinya, Abrahah mempunyai seorang penunjuk jalan dari suku arab, bernama Nufail dari suku Khats’am.
Belum sampai ke Ka’bah, pasukan tersebut dimusnahkan Allah.
Allah SWT menampakkan kekuasaan-Nya, dengan mengutus burung-burung Ababil yang membawa batu yang bernama Sijjiil.
Mereka telah terlambat, langit di ufuk barat menghitam pekat, dan suara-suara gemuruh terdengar dengan suara yang makin menggelegar, muncul gelombang kegelapan yang menyapu dari arah laut dan menutupi langit di atas mereka.
Ketika pasukan itu sedang berada di tengah lembah, tiba-tiba muncul sekumpulan burung. Sejauh jangkauan pandangan mereka, langit dipenuhi beribu-ribu burung – tak terhingga jumlahnya. Orang-orang yang berhasil selamat menceritakan bahwa burung-burung tersebut secepat burung layang-layang dan masing-masing membawa tiga batu kecil yang membara, satu diparuhnya dan yang lain dijepit dengan cakar di kedua belah kakinya. Burung-burung tersebut menukik ke arah pasukan dan menjatuhkan batu-batu itu, yang kemudian meluncur keras dan cepat menembus setiap baju.
Setiap batu yang mengenai pasukan langsung mematikan. Mereka langsung jatuh terkapar dan tubuhnya langsung membusuk. Ada yang membusuk dengan cepat ada juga yang perlahan-lahan.
Burung-burung tersebut menghujani pasukan Abrahah dengan batu-batu kecil.
Tidaklah batu itu menimpa tubuh pasukan Abrahah, kecuali tubuhnya akan hancur tercerai-berai. Mereka binasa dengan keadaan yang mengenaskan.
Abrahah Al-Ashram pun melarikan diri dalam keadaan tubuhnya hancur sepotong demi sepotong sampai dia meninggal di Yaman.
Ini merupakan kemenangan yang Allah ‘Azza wa Jalla anugerahkan kepada penduduk Mekkah dan juga bentuk perlindungan Allah kepada rumah-Nya, yaitu Ka’bah di Mekkah.
mengapa abrahah ingin menghancurkan ka’bah?
Raja yang menyerang Ka’bah
Tahun 570 M, abrahah al-Asyram, seorang raja dari Yaman berusaha menghancurkan Ka’bah.
Awalnya Abrahah membangun gereja yang sangat besar di Shan’a, Yaman. Gereja itu memiliki sebuah bangunan dan pelataran yang sangat tinggi. Saking tingginya bangunan itu, setiap orang yang melihatnya harus mendongakkan kepala sedemikian rupa sehingga peci yang dikenakannya terancam lepas dari kepala. Semua sisi bangunan itu pun dihias.
Abrahah bertekad untuk memindahkan haji bangsa Arab ke gereja tersebut sebagaimana mereka selama ini berhaji ke Ka’bah di makkah. Kaum Quraisy benar-benar murka karenanya, sehingga sebagian dari mereka ada yang mendatangi gereja itu dan memasukinya pada malam hari kemudian menghancurkan isi di dalamnya. Tentu saja ini membuat Abrahah berang. Abrahah pun bersumpah akan pergi ke baitullah di Makkah dan menghancurkannya berkeping-keping.
Abrahah pun menyiapkan diri dan pergi dengan membawa pasukan yang cukup banyak dan disertai oleh seekor gajah yang sangat besar, belum ada seekor gajah pun sebelumnya yang terlihat seperti itu. Nama gajah itu adalah Mahmud. Ada juga pendapat yang menyebutkan, bersama Abrahah terdapat delapan gajah. Ada juga yang menyatakan dua belas gajah. Wallahu a’lam.
Maka setelah merasa gajahnya telah siap dan pasukannya telah siaga, Abrahah dan pasukannya pun menuju Makkah. Tetapi tiba-tiba, gajah yang begitu dibanggakan oleh Abrahah duduk berderum dan tak mau bangkit. Pasukan Abrahah memukul-mukul gajah agar verdiri, mereka bahkan memukul kepala gajah itu dengan kapak, tetapi gajah itu enggan berdiri. Kemudian mereka memasukkan tongkat mereka yang berujung lengkung ke belalainya, lalu menariknya supaya ia mau berdiri, tetapi gajah itu tetap menolak. Saat mereka mengarahkannya kembali ke Yaman, maka gajah itu berdiri dan berjalan cepat. Saat mereka mengarahkannya ke Syam, maka ia melakukan hal yang sama. Lalu mereka mengarahkannya ke timur, maka ia melakukan hal yang sama, yakni berjalan cepat. Kemudian mereka mengarahkannya ke Makkah, maka gajah itu pun kembali duduk menderum.
Lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan kepada mereka burung dari lautan yang mirip dengan burung alap-alap. Pada masing-masing burung membawa tiga batu: satu batu di paruhnya dan dua batu lainnya di kedua kakinya, batu sebesar biji kedelai dan biji adas, yang tidak seorang pun dari mereka yang terkena batu tersebut melainkan akan binasa. Enam puluh ribu prajurit tidak kembali ke negerinya, bahkan prajurit yang kembali dalam keadaan sakit yang akhirnya mati.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar